RAKYATMALUKU.CO.ID — Proses pembentukan pengawas adhock Pemilu 2024 di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) serta Kota Ambon menghadapi sejumlah tantangan berat.

Ketua Bawaslu Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), Mathias Alubwaman, mengungkapkan bahwa regulasi yang ada belum sepenuhnya berpihak pada kondisi wilayah 3T.

“Persyaratan seperti pendidikan terakhir, keterangan kesehatan jiwa, dan larangan bagi pihak tertentu justru menyulitkan. Bahkan, ada pengawas yang hanya berpendidikan SMP,” ujarnya, dalam Rakor Evaluasi Pembentukan dan Kinerja Pengawas Adhock di Maluku, Minggu, 2 Februari 2025.

Alubwaman juga menyoroti ketidaksesuaian regulasi anggaran untuk pembentukan pengawas Adhock untuk wilayah 3T.

“Anggaran yang disiapkan masih mengacu pada kawasan daratan, padahal kondisi kepulauan sangat berbeda. Keterjangkauan antarpulau menjadi kendala besar,” tegasnya.

Selain itu, waktu rekrutmen yang singkat dan minimnya partisipasi masyarakat di wilayah terpencil semakin memperparah situasi hal ini terkait SDM yang terbatas dan masalah lainya di wilayah 3T.

Di Kota Ambon, masalah serupa terjadi. Ketua Bawaslu Kota Ambon, Alberth Jhon Talabessy, mengungkapkan ketidakseimbangan antara jumlah pengawas dan pemilih.

“Di Desa Batumerah, jumlah pemilih setara dengan satu kabupaten, tetapi tenaga pengawas sangat terbatas,” jelasnya.

Talabessy juga menekankan minimnya pendaftar perempuan, yang membuat target 30% partisipasi perempuan sulit tercapai.

“Karena mereka banyak yang lebih berminat menjadi anggota KPPS atau jadi saksi partai politik dan saksi pasangan calon,” pungkasnya.(BIM)

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *