RAKYATMALUKU.CO.ID — JAKARTA — Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PDI Perjuangan dapil Maluku, Mercy Chriesty Barends, mengaku bersyukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa, karena dirinya telah berhasil memasukkan semua usulan rekomendasi ke dalam kesimpulan Rapat Panja Pendidikan Daerah (PD) 3T (Terluar, Terdepan, dan Tertinggal) dan Daerah Marginal.
Di mana, rapat Rapat Panja PD 3T dan Daerah Marginal tersebut dilakukan bersama Pusat Data dan Teknologi Informasi (PUSDATIN) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Badan Pusat Statistik (BPS), dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), di ruang Rapat Komisi X DPR RI, Jakarta, Rabu, 12 Maret 2025.
Mercy mengatakan, usulan rekomendasi tersebut di antaranya, pertama, merekonstruksi ulang mandatory spending anggaran 20% sekitar Rp700-an triliun.
Di mana, Pendidikan Dasar dan Menengah hanya mengelola sekitar Rp32 triliun. Sehingga, perlu dilakukan redistribusi ulang prioritas pendidikan dengan menempatkan wajib belajar 13 tahun sebagai prioritas utama.

Kedua, lanjut Mercy, memasukan variabel luas laut sebagai bagian dari administrasi pelayanan publik dalam distribusi anggaran, sehingga ada asas keadilan dalam transfer dana pusat ke daerah. Hal ini dapat membuka ruang fiskal daerah dalam pembangunan, termasuk pembangunan pendidikan.
Dan ketiga, memastikan pengawasan baik data maupun anggaran berjalan efisien, terukur, transparan dan akuntabel. Karena antara data kuantitatif belum tentu sesuai dengan hasil yang berkualitas di lapangan.
“Semua usulan rekomendasi di atas, Puji Tuhan masuk dalam kesimpulan Rapat Panja PD 3T dan Daerah Marginal,” ucap Mercy, kepada media ini via telepon.
Ia menjelaskan, variabel luas wilayah laut sangat penting masuk dalam perhitungan dana transfer pusat ke daerah, khususnya daerah-daerah 3T dan daerah marginal yang berbasis kepulauan.
Sehingga, untuk menjamin pendidikan berkualitas, adil dan merata, Mercy memberikan beberapa catatan kritis dalam Rapat Panja PD 3T dan Daerah Marginal bersama PUSDATIN, BPS, dan BAPPENAS.
Pertama, perlu harmonisasi mindset antara sesama pemangku kebijakan tentang Daerah 3T dan Daerah Marginal.
Kedua, Daerah 3T, angka kemiskinan tinggi, belum berkembang baik, APBD rendah sementara memikul beban biaya pembangunan tinggi, termasuk sektor pendidikan berbiaya tinggi.
Ketiga, keterpurukan kualitas pendidikan di Daerah 3T karena secara geografis berada di posisi terluar, terdepan dan tertinggal, serta marginal berbanding lurus dengan angka kemiskinan. Selain itu, sebagian besar berada di kawasan timur Indonesia yang berbasis kepulauan yang rumit.
Dan keempat, alokasi dana transfer pusat ke daerah baik DAU, DAK, DBH, dan sebagainya menggunakan formula daratan, yakni menghitung variabel luas wilayah daratan dan jumlah penduduk. Sementara daerah-daerah 3T sebagian besar adalah daerah kepulauan dengan luas laut diatas 90%.
“Maka sampai mati dan lautan indonesia kering, tetap saja terjadi ketimpangan pembangunan, karena tidak menghitung karekteristik laut sebagai variabel administrasi pelayanan publik. Formula daratan ditimpakan ke daerah yang lautnya lebih luas. ini tidak adil,” tegas Srikandi Maluku itu. (RIO)