GENERASI Muda Pembangunan Indonesia (GMPI) Wilayah Maluku menyentil kiprah Anggota DPD RI asal Maluku, Nono Sampono, terkait perjuangannya mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Kepulauan yang hingga kini belum disahkan, meski ia sudah tiga periode duduk di Senayan.
Ketua Wilayah GMPI Maluku, Bansa Hadi Sella, menegaskan pihaknya mendukung urgensi pengesahan RUU Daerah Kepulauan, namun juga meminta Nono memberikan pertanggungjawaban moral dan politik atas kiprahnya selama ini.
“Kami setuju bahwa tanpa payung hukum khusus, provinsi kepulauan seperti Maluku akan terus berada dalam kondisi serba 3T (tertinggal, terbelakang, dan termiskin). Tapi publik juga berhak tahu, sejauh mana perjuangan Pak Nono selama tiga periode di DPD RI untuk mendorong RUU ini,” ujarnya, Minggu (7/9/2025).
GMPI mendesak Nono membeberkan progres legislasi RUU tersebut, termasuk kendala dan strategi politik yang ditempuh. Menurut mereka, bila empat senator Maluku, empat anggota DPR RI dapil Maluku, serta tujuh provinsi kepulauan lainnya bersatu, peluang pengesahan RUU ini sangat terbuka.
“Dengan dukungan publik yang luas, seharusnya RUU ini sudah masuk tahap finalisasi, bukan sekadar wacana berulang. Maluku tidak berjuang sendirian, ada tujuh provinsi kepulauan lain yang juga berkepentingan,” tandas Sella.
GMPI bahkan menantang Nono bersama senator asal Maluku untuk bersatu dengan masyarakat memperjuangkan RUU Daerah Kepulauan, baik di Maluku maupun di Jakarta. Saat ini sejumlah elemen aktivis disebut tengah melakukan konsolidasi untuk menggelar aksi demonstrasi menuntut pengesahan RUU tersebut.
Sebelumnya, dalam program 30 Minutes with Senator Potensi Maritim Indonesia, Nono menegaskan pentingnya RUU Daerah Kepulauan sebagai solusi ketimpangan pembangunan nasional yang masih berbasis jumlah penduduk.
Ia menyebut RUU ini dapat membuka jalan keadilan politik anggaran, salah satunya melalui alokasi minimal 5 persen Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah kepulauan. Dengan aturan tersebut, Maluku diperkirakan bisa memperoleh tambahan dana hingga Rp11 triliun, jauh lebih besar dari sebelumnya Rp2,8 triliun.
“Transportasi di Maluku tidak bisa disamakan dengan Jawa. Di sana cukup pakai ojek, di sini harus pesawat atau kapal dengan biaya setara ke Jakarta. Jadi kebutuhan infrastrukturnya berbeda, tidak bisa disamaratakan,” kata Nono. (AAN)