RakyatMaluku.co.id – PUTRA Adat Petuanan Kaeily, Nikolas Nurlatu membantah perkataan Alham Bekuhu saat rarpat di Desa Waeflan, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru, pada, Kamis (16/10/2025).
Rapat yang yang dipelopori Alham Behuku dan rekan-rekannya, Alham mengatakan bahwa masyarakat Adat Noro Pito Noro Pa mendeklarasikan hak ulayat Gunung Botak milik Jou Wakabo Tamarpa.
“Pernyataan Alham Behuku merupakan pernyataan sikap yang tidak mendasar dan menyesatkan publik,”
tutur Nikolas Nurlatu, lewat rilisnya, kepada rakyatmaluku.co.id, Jumat (17/10/2025).
Nikolaus Nurlatu yang juga turunan Raja Gunung ini menegaskan, ia tidak mengakui pertemuan tersebut. Karena itu, jangan membawa nama kebesaran marga Noro Pito Noro Pa untuk kepentingan pribadi atau kepentingan tertentu.
Menurut sejarah, lanjut dia, Pemerintahan Laksalau (Nurlatu) Raja Gunung dan Anzalau (Waehidi) Raja Sutrae Wael, pembagian Petuanan Kaiely itu menjadi Kaiely Seawae Raja, Kailey Rata gerentean Gemtuan Wahidi (Kaksodin Wael), Kaiely Rata Hnolong Baman (Besan) secara Pemerintahan memiliki Masyarakat dan memiliki batas batas wilayah.
Selanjutnya Raja Petuanan Kaiely memiliki batas wilayah dan masyarakat yang begitu luas dikenal dengan sebutan Noro Pito Noro Pa yang sampai saat ini dikenal dan tahu adalah Fandy Ashari Wael sebagai Raja Petuanan Kaiely anak dari Raja Alamarhum M. Fuad Wael.
“Dan berdasarkan sejarah untuk jabatan Adat marga Behuku yang saat ini dipimpin Slamat Behuku merupakan jabatan Matlea (Kepala Soa) Gewagit bukan Alham Behuku yang mengangkat dirinya sebagai Jou Wakabo Tamarpa yang samaskali tidak ada dalam lembaran sejarah pembagian wilayah Petuanan Kaiely Petak Telo,”. ungkap Nurlatu
Untuk itu Pemerintahan Raja Petuanan Kaiely, masyarakat Adat Noro Pito dan Noro Pa yang diketahui hanya Fandy Ashari Wael sebagai Raja, Gerentean Kaksodin Ali Wael dan Kaiely Rata Hinolong Manalilin Besan dan Matetemun Yohanes Nurlatu, Matlea Waelua Haris Latbual, Matlea Gewagit Slamat Behuku.
“Atas nama Noro Pito Noro Pa mengimbau agar saudara Alham Behuku yang mengaku diri Jou Tamarpa itu silahkan untuk kepentingan maarga Behuku, tapi jangan memaksakan atau memakai lebel Noro Pito Noro Pa untuk dijadikan kepentingan politik maupun kepentingan pribadi apalagi menyinggung soal tambang Gunung Botak milik Jou Tamarpa ini sesuatu pembohongan Publik,” tegasya.
Apalagi dalam pedato Alham Behuku, tambah Niko Nurlatu, Alham mengatakan Laksalau Wagida atau Tasane ini salah besar. Nama kebesaran Laksalau hanya disandang Laksalau Waetemun Nurlatu dan Anzalau Wahidi Wael, Gelar ini hanya ada pada dua marga ini. Secara nyata dan bukti Tambang Gunung Botak sesuai pendapat para pemangku Adat Petuanan Kaiely, status kepemilikan lahan hanya ada 3 marga , marga Nurlatu, Wael dan Besan. Sementara Jou Wakabu Tamarpa sebagaimana diberitakan sejumlah media, itu tidak mempunya lahan.
“Saya selaku Putra Anak Adat Noro Pito Noro Pa Petuanan Kaiely berharap, saudara Alham Behuku dapat menghentikan seluruh kegiatan yang memprovokasi masyarakat Adat dengan cerita memutar balikan sejarah dan membaawa lebel Noro Pito Noro Pa agar. Saya juga meminta saudara Alham menyampaikan permohonan maaf kepublik melalui media online, cetak dan Tv karena apa yang disampaikan dalam pidatonya,” tandas Niko Nurlatu. (*)