AMBON

Kapitalisasi Ancam Warisan Tanah dan Laut Maluku

×

Kapitalisasi Ancam Warisan Tanah dan Laut Maluku

Sebarkan artikel ini

RakyatMaluku.co.id – ARUS kapitalisasi dinilai menjadi ancaman serius terhadap keberlangsungan warisan tanah dan laut yang melekat pada identitas masyarakat Maluku. Pandangan itu disampaikan akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Abdul Muthalib Sangadji (AMSA) Ambon, Dr. Abdul Manaf Tubaka, M.Si, dalam seminar Maluku and Heritage yang digelar di Gedung Rektorat UIN AMSA Ambon, Senin, 15 September 2025.

Tubaka menegaskan, tanah, laut, dan bahasa daerah memiliki keterkaitan erat yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Maluku. Namun, kapitalisasi menjadikan tanah dan laut sekadar komoditas ekonomi sehingga mendorong alih fungsi lahan dan berpotensi menggeser masyarakat lokal dari ruang hidupnya.

“Pasar kapital melihat tanah dan laut sebagai kekayaan yang harus diangkat agar bisa dikapitalisasikan. Tetapi warisan lokal juga harus tetap dijaga. Penyempitan tanah atau alih fungsi lahan memang konsekuensi dari pembangunan dan demokrasi, namun tata ruang harus ditata bijak agar masyarakat tidak tergerus atau bahkan terusir,” kata Tubaka.

Ia menambahkan, bahasa daerah berperan penting sebagai jembatan antara manusia dan lingkungannya. Menurutnya, istilah-istilah lokal seperti sasi mengandung konsep kearifan yang lahir dari interaksi masyarakat dengan alam.

“Bahasa daerah itu terkait langsung dengan cara memahami alam. Jika tidak memahami ruh kata itu, maka seseorang tidak akan paham bagaimana sasi berfungsi menjaga lingkungan,” jelasnya.

Tubaka menekankan, pelestarian warisan tanah, laut, dan budaya tidak bisa dibebankan pada satu pihak saja. Negara perlu hadir sebagai fasilitator yang menjembatani masyarakat dalam merawat warisannya.

“Kita semua harus menjadi agen yang merawat semua itu, tidak bisa hanya satu atau dua orang. Karena itu aktor negara perlu hadir sebagai fasilitator yang menjembatani agar masyarakat dapat merawat warisannya dengan baik,” jelasnya.

Seminar tersebut juga menghadirkan akademisi dari Ludwig Maximilians Universität (LMU) Munich, Jerman, dengan pembahasan mencakup pluralitas lanskap sosial-ekologi Maluku, hak kepemilikan warisan, interaksi tanah dan laut, hingga peran bahasa dan narasi budaya dalam membentuk persepsi publik. (Mg-Yani)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *