RakyatMaluku.co.id – ANGGOTA DPRD Maluku, Alhidayat Wajo, menyoroti belum beroperasinya 10 Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang telah diterbitkan Kementerian ESDM untuk Pulau Buru. Menurutnya, kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar karena izin yang sudah diberikan pemerintah ternyata tidak dapat berjalan maksimal.
“Sepintas saya mau buka sedikit hasil rapat Komisi I bersama Dinas PTSP dan perwakilan masyarakat Marga Wael. Dari laporan yang kami terima, 10 IPR itu tidak mendapatkan izin dari masyarakat pemilik lahan,” kata Wajo dalam rapat Komisi IIBDPRD Maluku, bersama Kadis ESDM Abdul Haris dan Kadis DLH Provinsi Maluku C. Siauta, Jumat (26/9/2025).
Ia menjelaskan, berdasarkan Pasal 63 PP 96 Tahun 2021, permohonan IPR perorangan harus memenuhi sejumlah persyaratan. Salah satunya adalah surat keterangan dari desa atau kelurahan yang menyatakan pemohon merupakan penduduk setempat. Namun, poin inilah yang dianggap bermasalah karena tidak adanya pengakuan masyarakat, termasuk masyarakat adat sebagai pemilik lahan.
“Tidak jalannya 10 IPR di Pulau Buru menandakan ada persoalan di poin keempat. Entah itu disulap atau dibuat seperti apa, sehingga tidak ada pengakuan dari masyarakat. Ini jadi catatan penting buat kita semua,” tegasnya.
Wajo juga menyinggung soal surat edaran Gubernur Maluku terkait penertiban tambang ilegal. Menurutnya, kebijakan tersebut menunjukkan ketidaksiapan pemerintah daerah dalam menganalisis situasi di lapangan.
“Setelah edaran keluar baru kemudian dilakukan rapat-rapat. Ini model kerja malam, tanda kita tidak siap. Sekarang pertanyaannya, mana yang kita anggap ilegal sedangkan ada IPR yang sudah diterbitkan secara resmi?” ujarnya.
Ia menambahkan, DPRD Maluku perlu mengundang kembali Dinas PTSP untuk menjelaskan secara terbuka perbedaan antara tambang legal dan ilegal agar tidak menimbulkan kerancuan di masyarakat. (Cik)