RakyatMaluku.co.id – KETUA DPRD Provinsi Maluku, Benhur G. Watubun, menyampaikan secara langsung seluruh aspirasi/ tuntutan pendemo yang terdiri dari para buruh dan mahasiswa kepada Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, dalam Rapat Paripurna DPRD Provinsi Maluku dalam Rangka Penyampaian Dokumen KUA-PPAS APBD Perubahan Tahun Anggaran 2025, di Baileo Rakyat Karang Panjang Ambon, Selasa, 2 September 2025.
Benhur menekankan agar berbagai aspirasi dari masyarakat penting untuk direspon oleh para stakeholder di Maluku, terutama Gubernur Maluku sebagai perpanjangan tangan Pemerintah Pusat di daerah.
“Sebagai perwakilan rakyat, kami minta jangan abaikan suara buruh dan mahasiswa. Sebab kami tidak ingin menyia-nyiakan berbagai tuntutan yang sudah disampaikan masyarakat. Kita harus menerima dan menindaklanjutinya, karena ini demi kebaikan dan kesejahteraan masyarakat serta masa depan Maluku,” tegasnya.
Benhur menjelaskan, terdapat 10 poin tuntutan dari para buruh. Pertama, menolak sistem outsourcing yang dinilai merugikan pekerja dan menciptakan ketidakadilan. Kedua, menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Maluku Tahun 2026 sebesar 10 persen untuk menjamin kelayakan hidup buruh.
Ketiga, membentuk des ketenagakerjaan di Polda Maluku guna penanganan cepat masalah perburuhan. Keempat, menolak pajak karena merugikan pekerja yang mendapat PHK. Kelima, membuat peraturan daerah perlindungan BPJS ketenagakerjaan khususnya bagi buruh dengan usia rentan.
Keenam, mendorong pengesahan UU yang menjerat aset koruptor demi keadilan sosial dan penegakan hukum. Ketujuh, membentuk Satgas PHK di Maluku untuk mengevaluasi pihak perusahaan yang melakukan PHK secara sepihak. Kedelapan, mengesahkan UU Ketenagakerjaan tanpa Omnibus Law yang merugikan buruh.
Kesembilan, memberikan keadilan beasiswa pendidikan tinggi bagi anak-anak buruh Maluku sebagai bentuk keberpihakan terhadap kesejahteraan keluarga pekerja. Dan ke-10, menyiapkan putra-putri terbaik Maluku untuk menduduki jabatan strategis dalam proyek Blok Masela, agar pembangunan memberi manfaat bagi masyarakat Maluku
Sementara beberapa tuntutan mahasiswa, lanjut Benhur, salah satu di antaranya adalah mendesak Polda Maluku segera membebaskan dua aktivis lingkungan, masing-masing Syariah Ardi dan Husein Mahulauw.
Dalam poin tuntutan itu menjelaskan bahwa proses kriminalisasi terhadap kedua aktivis lingkungan tersebut dianggap telah mencederai Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 119/PU/XXIII/2025. Dimana keputusan itu menjelaskan, para aktivis lingkungan yang menggunakan hak konstitusionalnya tidak bisa dikriminalisasi.
Ardi dan Mahulauw dikriminalisasi lantaran melakukan protes terhadap PT. Waragonda yang melakukan aktivitas penambangan batu granit. Karena itu harus dibebaskan tanpa syarat.
Menyikapi berbagai tuntutan tersebut, Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa mengakui bahwa Pemerintah Daerah mendengar dan menghormati apa yang menjadi aspirasi masyarakat. Artinya, apa yang menjadi porsi pemerintah akan dipelajari dan ditindaklanjuti.
Meski demikian, Gubernur mengatakan terdapat batas-batas kewenangan dalam melihat beragam aspirasi, karena tidak semua menjadi hak paten Pemerintah Daerah. Ada aspirasi untuk DPRD Maluku dan juga Polda.
“Misalnya seperti aspirasi terkait proses penambangan ilegal di kawasan Gunung Botak Pulau Buru yang dianggap merusak lingkungan. Nah, terkait hal ini kita telah melakukan upaya dengan cara penertiban. Jadi apa yang bisa dilakukan dan menjadi kewenangan Pemerintah Daerah akan kami pelajari,” pungkasnya. (RIO)