RAKYATMALUKU.CO.ID — Badan Eksekutif Mahasiswa Daerah (BEM Nus Maluku) mendesak pemerintah pusat dan aparat penegak hukum segera melakukan audit investigatif terhadap proyek pembangunan Bendungan Wae Apu di Kabupaten Buru, yang hingga kini belum rampung meski telah menyedot anggaran lebih dari Rp2 triliun.
Ketua BEM Nus Maluku, Adam R. Rahantan, menyatakan keprihatinannya atas mandeknya progres proyek yang termasuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) itu. Ia menilai pelaksanaan proyek tidak transparan dan menyimpan potensi penyimpangan serius.
“Proyek sebesar ini, dengan anggaran negara yang begitu besar, seharusnya menjadi prioritas dan dikerjakan dengan penuh tanggung jawab. Namun kenyataannya, progresnya lamban dan patut diduga terjadi ketidakwajaran. Kami mendesak audit investigatif segera dilakukan,” tegas Rahantan, yang juga menjabat Koordinator Bidang di Pengurus Pusat BEM Nus.
Proyek Bendungan Waeapo dimulai sejak Januari 2018 dengan nilai kontrak mencapai Rp2,15 triliun dan ditargetkan rampung pada 2024. Namun hingga pertengahan 2025, pembangunan belum juga selesai. Presiden Joko Widodo sempat dijadwalkan meresmikan proyek ini sebelum masa jabatannya berakhir, namun peresmian urung terlaksana.
Bendungan ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan irigasi ribuan hektare lahan pertanian di Pulau Buru dan mengatasi banjir tahunan. Proyek ini terbagi dalam dua paket pekerjaan.
Paket pertama berupa konstruksi bendungan utama senilai Rp1,11 triliun dilaksanakan oleh KSO PT PP dan PT Adhi Karya. Paket kedua, pembangunan saluran pelimpah air (spillway) senilai Rp1,04 triliun, dikerjakan oleh KSO PT Hutama Karya dan PT Jaya Konstruksi.
Sayangnya, setelah bertahun-tahun pengerjaan, progresnya dinilai stagnan. “Ini dana rakyat. Jangan sampai masyarakat menjadi korban karena ulah segelintir elite,” kata Adam.
BEM Nus Maluku juga mengaku menerima laporan dari pemuda dan warga sekitar proyek mengenai lambannya aktivitas pembangunan, ketertutupan informasi dari kontraktor, dan minimnya pengawasan dari pemerintah.
Selain itu, Adam menyesalkan kurangnya perhatian dari Kementerian PUPR dan Bappenas. Ia mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Kejaksaan Agung turun tangan memeriksa aliran dana proyek dan mengevaluasi seluruh proses kontraktual serta progres fisik di lapangan.
“Jika tidak ada tindakan tegas, kami akan konsolidasi lebih luas, tidak hanya di Maluku, tapi juga ke pengurus pusat BEM di Jakarta agar kasus ini mendapat perhatian nasional,” tandasnya.
Adam menutup pernyataannya dengan penegasan bahwa transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan proyek strategis, khususnya di wilayah timur Indonesia, adalah harga mati.
“Kami tidak ingin Maluku menjadi ladang korupsi. Kami akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas,” pungkasnya. (RIO)