- Pesan Damai dari Kantor Harian Rakyat Maluku
Hujan yang jatuh sejak pagi tak kunjung reda. Butiran air bagai tirai tipis menggantung di langit Kota Ambon, menorehkan aroma tanah basah yang kental. Di tengah cuaca murung itu, sebuah langkah silaturahmi lahir. Langkah yang bukan sekadar formalitas kedinasan, melainkan gerakan hati untuk merajut kedekatan.
Sore itu, Selasa 23 September 2025, Kapolda Maluku Irjen Pol Dadang Hartanto hadir di Jalan Antari, Negeri Batumerah, Kecamatan Sirimau. Ia datang bukan ke gedung megah berlapis kaca, melainkan ke ruang kerja yang menjadi denyut nadi kata, yakni Kantor Harian Rakyat Maluku dan Media Online Klik Maluku.
Ketika mobil dinas berhenti, tetes hujan masih menari di atap seng dan jendela. Namun, seketika suasana berubah hangat. Para pimpinan, staf, dan karyawan dua media itu berdiri menyambut.
Dari Komisaris H. Ahmad Ibrahim, Direktur sekaligus Pemimpin Redaksi Syaikhan Azzuhry Rumra, hingga Direktur PT Klik Maluku Indonesia Yonathan Madiuw. Senyum merekah, tangan berjabat, dan keakraban menembus dinding formalitas.
Kapolda tak datang sendiri. Ia ditemani jajaran terbaiknya, Wakapolda Brigjen Pol Imam Thobroni, Direktur Lalu Lintas Kombes Pol Yudi Kristanto, Direktur Reserse Kriminal Khusus Kombes Pol Pieter Yanottama, Direktur Reserse Kriminal Umum Kombes Pol Dasmin Ginting, hingga Kabid Humas Kombes Pol Rositah Umasugi.
Seragam dinas lengkap mereka seakan menghadirkan wibawa, namun wajah yang ramah dan senyum tulus membuat jarak seolah lenyap. Di ruang redaksi yang sederhana, percakapan pun mengalir.
Tak ada garis tegas antara pejabat tinggi kepolisian dengan wartawan yang sehari-hari berkutat dengan tinta dan berita. Dadang duduk berdampingan dengan Syaikhan Azzuhry Rumra dan H. Ahmad Ibrahim. Dari raut wajah dan tatapan mata, jelas terpancar sebuah niat membangun jembatan, bukan tembok.
Hujan di luar seakan menjadi musik latar. Derasnya air yang jatuh dari langit tak mampu membekukan kehangatan di dalam ruangan itu. Justru, hadirnya hujan seolah melambangkan kesegaran baru dalam relasi antara aparat dan media.
Namun, kedatangan Kapolda kali ini bukan sekadar menjalin keakraban. Di balik senyum dan sapaan, ia membawa pesan yang lebih dalam, sebuah komitmen yang lahir dari kegelisahan atas luka-luka sosial yang tak jarang menyelimuti bumi Maluku.
“Saya mengajak kita semua stop kekerasan, mari kita hidupkan kembali interaksi damai,” ucapnya lantang, namun dengan nada hati seorang ayah yang sedang menasihati anak-anaknya.
Baginya, Maluku terlalu indah untuk dibiarkan retak oleh bara konflik dan pertengkaran. Ia menegaskan pentingnya membangun “rumah damai” di tiap komunitas, sebuah ruang mediasi, tempat duduk bersama, tempat amarah bisa diredam sebelum berubah menjadi luka yang sulit sembuh.
“Selama ini kita seperti pemadam kebakaran, selalu turun ketika ada kejadian. Dengan adanya rumah damai yang kita bangun bersama, saya yakin konflik di Maluku bisa ditekan dan tidak berlarut-larut,” tegasnya.
Kapolda sadar, api kekerasan kerap menyala dari pemantik yang sederhana, yakni sebotol minuman keras, sepatah kata yang salah dimaknai, atau kesalahpahaman kecil yang dibiarkan tumbuh.
Dari laporan intelijen yang ia pelajari sejak bertugas, hampir semua kasus kekerasan berakar dari kebiasaan mengonsumsi minuman keras. Dari tawuran antarwarga, perkelahian pemuda, hingga benturan pelajar, semuanya sering dimulai dari hal itu.
“Sejak ditugaskan di Maluku, saya terus melakukan pendalaman terhadap situasi yang ada. Sehingga, saya menyimpulkan bahwa tugas utama saya adalah menyelesaikan kasus-kasus kekerasan yang seringkali berawal dari mengonsumsi minuman keras,” jelasnya.
Di balik setiap kalimat yang ia ucapkan, ada keresahan seorang pemimpin yang tak ingin Maluku terus dikenang karena luka, melainkan karena damai. Ia membayangkan setiap dusun memiliki rumah damai, sebuah tempat sederhana di mana warga bisa saling berbicara, mencari jalan keluar, dan kembali berpelukan setelah bertikai.
Bagi insan pers yang hadir sore itu, pesan Kapolda terasa menyentuh. Kata-katanya bukan sekadar seruan normatif, melainkan undangan untuk bersama-sama menjadi bagian dari jalan damai itu. Sebab media, dengan pena dan pemberitaannya, juga punya kuasa untuk meredam atau justru memperbesar bara konflik.
Sesekali, gelak tawa kecil terdengar, memecah hening di sela percakapan serius. Seorang wartawan muda di sudut ruangan mencatat dengan penuh semangat. Barangkali ia sadar, hari itu bukan hanya tentang kunjungan seorang Kapolda, melainkan tentang awal dari sebuah gerakan kecil menuju perdamaian besar.
Ambon sore itu memberi pelajaran sederhana, di tengah derasnya hujan, selalu ada ruang hangat yang bisa dirajut oleh ketulusan. Dan di ruang redaksi yang penuh lembaran berita itu, Kapolda Maluku menorehkan satu kisah, bahwa pemimpin yang baik tahu cara mengetuk pintu hati, bukan hanya pintu institusi. (RIO)