Sembako dan Beasiswa, Bentuk Nyata Kepedulian Mercy Barends untuk Masihulan

RAKYATMALUKU.CO.ID — Mentari baru saja bergeser ke barat ketika langkah-langkah kecil penuh harap menanti kabar dari jauh.

Negeri Masihulan, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah, masih menyisakan luka yang belum benar-benar sembuh.

Asap dari rumah-rumah yang terbakar memang telah sirna, tapi bara di dada masih menyala.

Di tengah reruntuhan dan tenda darurat, hadir sosok yang membawa harapan, Mercy Chriesty Barends, Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Dapil Maluku.

Ia datang pada Minggu, 27 April 2025, bukan sekadar sebagai pejabat negara, tetapi sebagai saudari tua yang datang menjenguk luka kolektif.

Kehadiran Mercy di Masihulan menjadi simbol kehadiran negara dalam wajah kemanusiaan.

Ia menyampaikan rasa duka, harapan, dan dukungan melalui 150 paket sembako kepada 71 kepala keluarga korban konflik sosial.

Dalam paket itu, terselip beras, gula, minyak goreng, kopi, daun teh, dan handuk, benda-benda sederhana yang menjelma menjadi wujud cinta dan kepedulian.

“Masihulan bukan hanya tempat, tapi tubuh luka dari Maluku. Luka itu harus diobati, bukan disimpan,” ucap Mercy dalam sapanya kepada warga.

Tak cukup hanya menyerahkan bantuan, Mercy menyusuri lorong-lorong tenda pengungsian, menengok sisa-sisa rumah yang terbakar, dan berbincang dengan warga, kepala desa, ketua Majelis Jemaat, serta para guru SD dan SMP.

Ia menyaksikan langsung sekolah yang rusak, polindes yang tak lagi berfungsi, dan kecemasan para orangtua yang anak-anaknya harus berjalan kaki sejauh 6 kilometer pulang-pergi ke sekolah di kampung tetangga.

Ia mencatat harapan agar SMP Masihulan segera dibangun karena jumlah siswa SD yang ada sudah memenuhi syarat.

“Anak-anak adalah masa depan, mereka tidak boleh menempuh pendidikan dalam rasa takut dan lelah,” katanya.

Tak hanya sembako, Mercy juga menyerahkan beasiswa dari Program Indonesia Pintar (PIP) kepada siswa SD, SMP, dan SMA di Masihulan.

Bagi anak-anak yang pernah melihat rumah mereka dilalap api dan hidup di tengah bayang-bayang konflik, secarik kertas beasiswa adalah cahaya kecil yang menuntun mereka menembus gelap.

Konflik sosial di Masihulan yang dipicu persoalan batas tanah bukan hanya soal ruang fisik. Ia soal sejarah, hubungan, dan luka yang berakar dalam.

Mercy menyerukan pentingnya penyelesaian secara menyeluruh. Tak hanya melalui jalur hukum, tetapi juga pendekatan non-litigasi berbasis budaya dan adat.

“Penyelesaian akar konflik dengan pendekatan budaya akan membangkitkan kesadaran kritis dan memperkuat hubungan orang basudara,” tegasnya.

Ia mengingatkan, jika akar masalah tak diselesaikan, maka konflik akan menjadi bara dalam sekam yang siap menyala kapan saja. Perdamaian bukanlah hadiah, melainkan hasil dari kerja keras bersama.

Masyarakat Masihulan hanya menginginkan satu hal, damai. Mereka ingin hidup kembali sebagai orang basudara, saling menjaga dan saling menguatkan.

Mereka ingin sekolah untuk anak-anak, rumah untuk keluarga, dan hari-hari yang tenang tanpa bayang-bayang ketakutan.

Mercy berjanji akan membawa seluruh aspirasi masyarakat Masihulan ke meja para pengambil keputusan. Ia akan menyuarakan harapan itu, hingga menjadi kebijakan yang berpihak.

Masihulan mungkin masih dalam luka, tapi dalam setiap langkah Mercy Barends, mereka melihat harapan.

Bahwa di tengah kelam, cahaya bisa datang dari mana saja, selama ada cinta yang tulus dan kepedulian yang nyata. (RIO)

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *